Thursday, August 2, 2012

ANAK SMP ITU KINI TELAH MENJADI SEORANG DIRECTOR OF CHOREOGRAPHY

http://images02.olx.in/ui/20/75/78/1333460362_13426778_1-Pictures-of--choreographer-dance-choreography-delhi-gurgaon-noida-faridabad-8860930834.jpg


Kira2 lima tahun yg lalu seorang ibu datang ke tempat kami di Bogor bersama anaknya, Nia namanya, yg waktu itu masih di duduk di Bangku
kelas 3 SMP untuk berkonsultasi.

Yan
g menjadi kegundahan hati orang tuanya adalah karena prestasi dan nilai rata2 anaknya disekolah yg katanya pas-pasan.

Beliau berkata, meskipun biaya sekolah sekarang sangat mahal, kami sebagai orang tua sebenarnya tidak keberatan asalkan anaknya menunjukkan prestasi yang baik di sekolah.

Lalu selama 2 jam kami mengajak ibunya untuk lebih berfokus pada keunggulan yg dimiliki puterinya ketimbang terus mempermasalahkan kekurangan demi kekurangannya.

Setelah meyakinkan sedemikian rupa akhirnya hari itu juga berhasil kita berhasil menemukan POTENSI EMASNYA yaitu MENARI.

Dari haril pemetahan singkat kami bersama Nia, tidak di ragukan lagi bahwa ia memiliki potensi dan sekaligus mimpi besar untuk menjadi seorang PENARI DUNIA.

Dan tentu saja untuk itu ia harus berusaha dan sy wajibkan untuk berlatih keras dan mencari sekolah tari yg terbaik yg ada di dunia. Waktu itu kami berdua memutuskan aliran tarinya adalah Hiphop Modern yg di padu dengan Balinese Dance.

Singkat cerita persiapan dimulai.... hanya orang tuanya kembali tidak yakin.. karena pengaruh saudara2nya. Beliau curhat...

Piye iki ayah (krn beliau orang Surabaya) aku bingung dan ragu, karena keluargaku itukan sangat akademis sekali rata2 S3, mereka malah memarahi aku katanya apa2an ini kok anak malah disuruh sekolah nari.... Mau jadi apa nanti anakmu dengan narinya itu..

Trus yg kedua adalah Nia kan baru kelas 3 SMP lah kalo sekolah nari di luar negeri kan berarti tidak bisa lagi melanjutkan sekolahnya ke SMA. Kata keluarga saya; kamu ini gimana sich...Bikin malu keluarga besar kita saja. Wong jaman sekarang kok punya anak cuma lulusan SMP.

1 Jam lebih kami berusaha memberikan penjelasan yg meyakinkan, hingga akhirnya sang ibu kembali berani lagi melanjutkan renca bersama anaknya.

Jadilah akhirnya ia mengikuti Audisi Sekolah Tari di New York...., namun sayangnya bekal ilmu tari dari Indonesia belumlah cukup, hingga ia belum berhasil dan kalo tidak salah hanya bisa menempati urutan 3 terakhir dari belakang.

Kembali anak ini pulang ke Indo menemui saya bersama ibunya dan berkata: "Ayah gak usah sekolah di tempat yg terbaik ya.... , di tempat lain saja ya..yg pentingkan sekolah Nari juga. karena tesnya terlalu sulit dan ketat. Aku kayaknya gak sanggup deh..."

Lalu saya katakan; "Nia begini ya...kalau kamu masih mau di bimbing sama ayah." "Now Way !!! kamu tetap harus tembus Sekolah Tari yg terbaik". Kata saya tanpa kompromi.

"But Why ayah...?? Kenapa harus di sekolah terbaik "

"Karena ayah ingin kamu jadi orang nomer satu dan yg terbaik untuk mimpi kamu !!"

"Kenapa harus yg terbaik? Nia masih terus mencecar saya, penasaran.?"

"Nia..., sekarang ayah mau tanya, kamu tahu gak siapa Orang nomer satu di Amerika !!" Dengan cepat dia menjawab; "Obama !! " "Sekarang kamu tahu gak siapa wakilnya...?" tanya saya lagi. Dia kebingungan dan tanya sama maminya.... dan keduanya jadi kebingungan menebak2 dan tidak ketebak.

"Itulah Nia, pentingnya jadi orang nomer satu dan terbaik di bidangnya, kalau jadi orang nomer dua, masih menjabat saja orang-orang tidak ada yg tahu namanya."

Tanpa banyak tanya lagi Nia langsung berkata, Oke ayah aku akan Tembus Sekolah itu dengan cara apapun yg bisa akulakukan.

Jadilah akhirnya anak ini langsung bekerja keras menembus sekolah tersebut yakni dengan mengikuti PROGRAM PELATIHAN AUDISI TARI langsung di New York selama 3 bulan.

Wah ibunya datang lagi kepusingan..., "Piya iki ayah, bagaimana mungkin anak perempuan baru 3 SMP sendirian 3 bulan ada di negeri orang....??"

Mulai muncul berbagai ketakuan.... "nanti bagaimana kalau terjadi.....ini dan itu...."

Hingga akhirnya orang tua dan anak ini buat Agreement di saksikan oleh saya bahwa semua KETAKUTAN orang tuanya itu akan di jaga tidak akan terjadi.

Singkat cerita.... Nia akhirnya Tembus !!!! ia kembali ke Indonesia bertemu saya dengan air mata bangga bercampur haru.... "Ayah aku bisa !!" Katanya. "Yes !" jawab saya ! " kamu pasti bisa Ni Ayah yakin kamu pasti bisa !!! "

"Kenapa ayah begitu yakin aku bisa ?" dia balik bertanya. "Ya karena kamu Anak Indonesia Nia !!!!"

Nia terbelalak kaget dengan jawaban saya. "Memangnya kenapa kalo anak Indonesia ?" dia bertanya penasaran.

"Ya menurut pengalaman Ayah Anak2 Indonesia itu Jarang ada yg gagal jika bersekolah di luar negeri, bahkan sering menjadi papan atas di sekolahnya."

Singkat cerita perjuangan pun dimulai.....

Satu tahun berlalu.... terdengar kabar... Nia masuk 10 besar penari di sekolahnya.

4 tahun berlalu...

Tiba2 di suatu pagi Handphone saya berdering..... di ujung sana terdengar suara seorang perempuan muda dengan nada lembut berkata.

"Ayah ini aku Nia..Aku baru aja sampai di Indonesia, aku ingin ajak ayah makan malam, please bisa ya..., Aku punya banyak sekali cerita untuk ayah, can't wait to see you ayah !"

Segera saja saya menyanggupinya....

Setelah telp di tutup tak sadar mata saya basah karena haru, bahagia dan bangga bercampur aduk di dalamnya. Karena belum lama saya baru saja melihat kisah seorang guru yg di ajak makan malam oleh salah seorang muridnya yg sudah berhasil. Yang berjudul "Its time for dinner".

dialamat sbb: http://www.youtube.com/watch?v=l48FyAmQNOc

Tibalah saat makan malam itu, Nia datang dengan wajah ceria, dengan penampilan seorang seniman. Sambil menemani saya berbuka puasa, Nia bercerita dengan berapi-api tanpa putus saya mendengarkan dia bercerita jadi terbawa semangat pula,

Nia bercerita betapa segala rencana yg dulu pernah dibuatnya bersama saya lima tahun yg lalu satu persatu mulai terwujud jadi kenyataan.... "Manakjubkan ya ayah!!" katanya...mengenang.

Nia juga bercerita jika kini dia tidak hanya menjadi seorang penari yg membawakan tema Hiphop yg dipadu dengan Baliness, melainkan sudah menjadi seorang Director Choreography di usianya yg baru 19 tahun. Dan sedang merintis sebuah Production House di sana.

Saking asiknya mendengarkan ceritanya, tak sadar 2,5 jam waktu berlalu tanpa terasa. Ayahnya sampai iri dan berkata.... "Nia itu kok bisa ya cerita begitu terbukanya sama ayah padahal kalo sama kita dia gak banyak cerita apa-apa lho.."

Ya Tuhan... anak SMP yg dulu nilainya pas-pasan itu kini telah menjadi seorang Director Choreography di Los Angles, California di usianya yg masih amat sangat belia.

Ya Tuhan meskipun aku bukan ayah kandungnya, aku merasa begitu luar biasa bahagianya, bangga sekaligus bersyukur....

Satu anak Indonesia telah berhasil mewujudkan mimpi terbesarnya, yg kelak akan mengharumkan nama keluarga dan bangsanya.

Ya Tuhan aku semakin yakin lagi terhadap kemampuan anak-anak Indonesia !

Ya Tuhan Doa ku.... Semoga kelak akan ada lebih banyak lagi anak2 Indonesia yg berhasil meraih mimpi2nya untuk menjadi anak-anak kelas dunia yg membanggakan keluarga dan bangsanya...!

Tentunya semua ini bisa terjadi karena dukungan penuh dari kedua orang tuanya yg luar biasa !

Let's Make Indonesian Strong from our Home !!!
SUMBER : http://www.facebook.com/komunitas.edy

Sunday, July 8, 2012

Dampak Negatif Memukul Anak

Memukul anak saat ia melakukan kesalahan merupakan suatu kebiasaan yang sebaiknya harus ditinggalkan. Pasalnya, memukul anak sebagai bentuk hukuman, pada akhirnya dapat meningkatkan risiko gangguan mental di kemudian hari.

Para peneliti menyebutkan sekira 2 sampai 7 persen kasus gangguan mental, termasuk depresi berat, rasa cemas yang berlebihan, dan paranoid, disebabkan oleh hukuman fisik yang terjadi pada masa anak-anak.

Menurut peneliti, studi ini menambah deret bagaimanan dampak penganiayaan fisik saat anak-anak kelak akan menimbulkan dampak seperti kesehatan mental yang buruk di masa dewasa, termasuk peningkatan risiko depresi, atau bahkan penyalahgunaan alkohol.

Dalam studi, ditemukan hasil hampir 50 persen orang dewasa AS mengatakan mereka mengalami hukuman fisik saat masih anak-anak, seperti didorong, atau dipukul.

Mereka yang mengalami hukuman fisik, 59 persen lebih mungkin untuk memiliki ketergantungan alkohol, 41 persen lebih seperti memiliki depresi dan 24 persen lebih mungkin merasakan kepanikan dan kecemasan yang berlebihan, dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima hukuman fisik, kata para peneliti.

Peneliti menyarankan, para orangtua sebaiknya menghentikan kebiasaan memukul saat anak melakukan bentuk kesalahan. Diperlukan kerjasama untuk memilih alternatif hukuman, misalnya seperti pemotongan uang jajan, atau pemangkasan waktu untuk bermain, demikian LiveScience.  (go4/ICH)

SUMBER : http://www.metrotvnews.com/metrolife/news/2012/07/09/97745/Dampak-Negatif-Memukul-Anak/11

Tuesday, June 12, 2012

BUDAYA MENGHAKIMI DAN MENGHUKUMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA



Ikuan Sharing:

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

...Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Copas dari Copasan

Thursday, May 24, 2012

Greatest Love Of All

 

Dari syair lagu "Greatest Love Of All" yang dinyanyiin Whitney Houston...nangkep kah apa maksudnya? O:-)

Monday, May 21, 2012

Anakmu Bukan Milikmu, Melesatlah Ke Duniamu


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeHhb5zmBGmzON49V_sbi7stWRpFMPJ974N3RuOzA49jsQjmtcKiUf-TrjEFc8rTXI24AUM7owEuNDbPzmQY-KEyHU-f9EsLekE5TqkxULHtb8d2YNor4Na6Nr2UbUiZSu0w_wTAb0gh_e/s1600/ibu-2.jpg

Anakmu bukan milikmu
Mereka adalah putra-putri kehidupan yang rindu pada dirinya sendiri
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu

Berikan mereka kasih sayangmu, bukan bentuk pikiranmu
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri
Sepantasnya kau berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak untuk jiwanya
Sebab jiwa mereka adalah penghuni masa depan
Yang tidak bisa kau kunjungi, sekalipun dalam mimpi

Engkau boleh menyerupai mereka
Namun jangan engkau suruh mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tak pernah berjalan mundur
dan tidak tenggelam ke masa lampau




Engkaulah busur, dan anak-anakmu sebagai anak panah yang meluncur
Sang Pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian
Dia merentangmu dengan kekuasaanNya
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat
Meliuklah dalam sukacita dalam rentangan tangan Sang Pemanah
Sebab Dia mengasihi anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana dikasihinya busur panah yang mantap



Diambil dari kumpulan pusi “The Prophet” by Kahlil Gibran , filsuf dan penyair Lebanon, diterjemahkan oleh Sri Kusdyantinah, istri dr. Soebandrio 

SUMBER : http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2011/10/13/anakmu-bukan-milikmu-melesatlah-ke-duniamu/

Wednesday, May 9, 2012

MENGANIAYA ANAK



Tanggal hari ini, 9 mei 2012, kiriman di BlackBerry Group atau BlackBerryMessenger heboh dengan video penganiayaan batita yang menangis, dan berusaha “ditenangkan” oleh seorang perempuan. Yang jadi menghebohkan adalah, cara perempuan tersebut untuk menenangkan adalah dengan cara memukuli batita.

Hujatan pun bermunculan….

Mulai dari menyebut “wanita bangsat”, “tidak punya hati nurani”, “kejamnya ini orang tua”, “semoga membusuk di neraka”, dan hujatan lainnya.

Ceritanya sih saya mau coba melihat menyeluruh, tidak hanya melihat tindakan sang perempuan yang saya amini tidak benar. Dari sudut pandang lain, saya merasa iba kepada perempuan itu. Tampak masa lalu dari perempuan itu yang semasa kecilnya dididik dengan keras oleh lingkungannya, mungkin oleh orang tuanya. Akibatnya yang perempuan itu pahami, mendidik itu harus dengan kekerasan. Tidak ada pengetahuan lain dalam pemahamannya. Karena memang tidak ada yang mendidiknya, bagaimana cara mendidik yang baik.

Apa anda yang sudah menonton video penganiayaan anak itu hanya akan menghujat seperti kalimat-kalimat di atas?

Ataukah mulai bercermin, bagaimana sampai saat ini cara anda mendidik anak?.  

Dan mulai bertindak agar memiliki ilmu mendidik yang lebih baik lagi, agar kasus penganiayaan anak tidak terulang lagi pada generasi-generasi selanjutnya di manapun.

Karena pada umumnya…ANAK ADALAH CERMINAN ORANG TUANYA.

RMR

Monday, May 7, 2012

Negara – negara maju yang ternyata tidak menerapkan ujian nasional pada sistem pendidikannya

Berikut negara – negara maju yang ternyata tidak menerapkan ujian nasional pada sistem pendidikannya…

1. Finlandia


Finlandia sebagai negara dengan system pendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga negara berkewajiban melatih dan mendidik guru guru agar bisa melaksanakan evaluasi yang berkualitas. Setiap akhir semester siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan kita. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda beda.
Di Finlandia profesi guru adalah profesi yang paling terhormat. Dokter justru berada dibawah peringkat guru.


2. Amerika

Amerika yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN atau ujian negara secara nasional.
Walaupun ada ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing.
Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri..
Semua lulusan, baik lulusan yang disenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian mauk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.
Logika pendidikan yang digunakan yaitu: Kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun Si A lulusan dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka diapun akan diterima di universitas tersebut.Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).

Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994)
Berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan top down oriented, tak bisa menjawab masalah yang ada di daerah-daerah berbeda.


3. Jerman

Jerman tidak mengenal ujian nasional. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan:
(1) menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi
pendidik;
(2) menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;
(3) menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, dan buku bacaan, (termasuk novel), serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar;
(4) evaluasi yang terus-menerus, komprehensif dan obyektif.

Melalui model pembelajaran yang seperti inilah, yaitu peserta didik setiap saat dinilai tingkah lakunya,
kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu, dan gemar belajar.

Mereka setiap hari belajar selalu mendapat tugas dari semua mata pelajaran yang proses maupun hasilnya dinilai dan nilai-nilai ini memengaruhi nilai akhir semester dan seterusnya.

4. Kanada

Di Kanada tidak ada Ujian Nasional karena dianggap tak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negara iti. Untuk kontrol kualitas di Kanada terdapat penjaminan mutu pendidikan yang kontrolnya sangat kuat. Lembaga penjamin mutu ini benar-benar bekerja secara ketat dari pendidikan dasar hingga menengah. Sehinga murid yang akan masuk ke perguruan tinggi cukup dengan rapor terakhir.
Di Kanada, perguruan tinggi tidak sulit lagi untuk menerima murid darimana pun sekolahnya. Karena standar sekolah di sana sudah sesuai dengan standar perguruan tinggi yang akan dimasuki setiap lulusan sekolah.

Kebalikan dengan di Indonesia, perguruan tinggi banyak yang tidak percaya dengan lulusan sekolah menengah. Saling tidak percaya standar ini yang menyebabkan pemborosan keuangan negara karena harus menyelenggarakan UN dan ujian mandiri.

5. Australia

Di Negara Australia ini, ujian nasional tidak dilaksanakan bahkan tidak dikenal sama sekali, melainkan ujian state. Ujian ini tidak menentukan lulus tidaknya para peserta didik, namun untuk menentukan kemana siswa tersebut akan melanjutkan pendidikan. Berapapun nilai yang didapatkan oleh siswa dari ujian tersebut tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun tetap dinyatakan lulus, namun kelulusan tersebut tidak ada gunanya. Berarti siswa tersebut akan sangat sulit untuk melanjutkan pendidikannya.

SUMBER : http://unik-aneh.lintas.me/go/iblo.us/5-negara-maju-tanpa-ujian-nasional/

Wednesday, May 2, 2012

HARI PENDIDIKAN NASIONAL

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuZBqIYGO2laXqj7_LIH-pmU60dxhNeDmKuizRSX0M3RqIePUAERou32M9UVDMibb6Dv79oJrF20yBgKd_pI1nHiylGkoAyHNl1JAJL0rfl_xm3cSeH6gTXnSN4pJ2G93W_jSq4hZuJAJ8/s1600/curtharding.com.jpg
Tanggal 2 Mei tahun ini, jatuh pada hari rabu. Pada tanggal ini di Indonesia dikenal sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sejarahnya tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari pendidikan nasional, karena pada tanggal 2 Mei, Ki Hajar Dewantara lahir, pada tahun 1899 silam. Beliau adalah salah satu pelopor pendidikan bagi pribumi, di Indonesia.

Saat kita berbicara mengenai pendidikan, hal yang pertama yang ingin saya kedepankan, siapa yang semestinya memberikan pendidikan pertama kali bagi manusia?. Untuk menjawab pertanyaan itu, saya teringat sebuah tulisan di sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris.

When I was young and free,
And my imagination has no limits,
I dreamed of changing the world.

As I grew older and wiser,
I discovered the world would not change.

So I shortened my sights somewhat,
And I decided to change only my country,
But it too seemed immovable.

As I grew into my twilight years,
In one last desperate attempt,
I settled for changing only my family,
Those closest to me, but alas,
They would have none of it.

And now as I lay on my deathbed,
I suddenly realize.

If I had only changed my self first,
Then by example I might have changed my family,
From their inspiration and encouragement,
I would then have been able to better my country,
And who knows, I may have been change the world.

Kurang lebih jika di artikan :

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah
Maka cita-citaku itupun agak kupersempit,
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku
Namun tampaknya
Hasrat itupun tiada hasilnya
Ketika usiaku makin senja
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku
Orang-orang yang paling dekat denganku
Tapi celakanya
Merekapun tidak mau berubah !
Dan kini,
Sementara aku terbaring saat ajal menjelang
Tiba-tiba kusadari
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku
maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan,
mungkin aku bisa mengubah keluargaku
lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka
bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku
kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa merubah dunia .


Lantas, siapa yang semestinya memberikan pendidikan pertama kali bagi manusia?.ORANG TUANYA. Dan sebelumnya jelas, orang tua itu harus belajar terlebih dahulu, bagaimana ilmu dalam mendidik anak dan ilmu pengetahuan secara umum untuk diajarkan kepada anak. Alasannya sederhana, senada dengan tulisan di atas. Saat pembelajaran dimulai dari diri sendiri, seorang pribadi akan dapat jadi pembawa perubahan bagi keluarga disekitarnya. 

Namun ternyata, tidak semua orang tua atau calon orang tua sadar akan hal ini, sehingga lalai dalam mendidik anak atau lalai dalam menyiapkan diri diri untuk menjadi pendidik bagi anaknya. MARI MULAI BERGERAK para orang tua, calon orang tua. Untuk menjadi pendidik terbaik bagi anaknya. Tidak ada kata terlambat untuk memulai perubahan kearah yang lebih baik. Untuk pendidikan di bangsa kita yang lebih berkualitas.

RMR