Wednesday, January 18, 2012

A Boy and Butterfly

Suatu hari ada seorang anak laki2 sdg memperhatikan sebuah kepompong..Dan ternyata di dalam nya ada kupu2 yg sdg berjuang utk melepaskan diri dari dalam kepompong &Kelihatannya begitu sulitnya.

Si anak laki2 tsb merasa kasihanpada kupu2 tsb dan berpikir cara utk membantu si kupu2 agar bisa keluar dg mudah.
http://a6.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/154315_169073326458426_144830772216015_398982_72239_n.jpg

Akhirnya si anak laki2 tadi menemukan ide & segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu2 bisasegera keluar dari sana. Alangkah senang dan leganyasi anak laki2  tsb...

Tetapi apa yang terjadi ??? Si kupu2 memang bisa keluar dari sana,Tetapi Kupu2 tsbtidak dapat terbang,hanya dpt merayap...

Apa sebabnya???  Ternyata bagi seekor kupu2 yg sdg berjuang dari kepompongnya tsb,yg mana pd saat dia mengerahkan seluruh tenaganya,ada suatu cairan didlm tubuhnya yg mengalir dg kuat ke seluruh tubuhnya yg  membuat sayapnya bisa mengembang sehinggaia dapat terbang,tetapi krn tdk ada lg perjuangan tsb maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu2 yg hanya dapat merayap..

**Kadangkala good intention/niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yg baik**

Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita...Kadangkala kita sering membantu mereka krn kasihan atau rasa sayang, tetapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri...

Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang.Memandulkan kreativitas,karena kita tdk tega melihat mereka mengalami kesulitan,yg sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya,justru menjadi jauh lebih KUAT...

Demikian jg pd saat kita sedang hrs berjuang menghadapi sesuatu, jangan mengharapkan bantuan orang lain,berjuanglah dahulu dengan mengerahkan segala kemampuan kita....

Sering kali juga kita sering menyalahkan situasi yang kita hadapi, tetapi ternyata situasilah sesungguhnya yang mendewasakan kita...

SUMBER : http://www.facebook.com/note.php?note_id=160042847371711

Sunday, January 8, 2012

Perbaiki Sekolah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH1BQ7_Bh7phyphenhyphenFmeGpuFQxnNKFVOn2G5esodewaeJho7qDBuT6dFDvIN14FtoxZjWFGqgc-Za0No5kr798plZ8BZrtdNP21gT9Erby9IrfaZqi1MtCMTgqjplYh4mbFnmNCktq-7wCQts/s400/sekolah11.gi

Perbaiki Sekolah - Sindo 8 Desember 2011

oleh Rhenald Kasali pada 8 Desember 2011 pukul 8:04
Hari Rabu kemarin saya diminta berbicara di hadapan para guru SMA-SMP Kanisius tentang apa yang harus disikapi untuk membentuk generasi baru. Sebelumnya, saya juga sudah berbicara hal yang sama di SMA Al Izhar, High Scope, dan SMAN 1 Gianyar. Apa yang menjadi keprihatinan orang tua dan guru?

Pertama, mereka ingin mengklarifikasi benarkah pendidikan di Indonesia adalah yang terberat di dunia?. Kedua mereka ingin mengetahui mengapa anak-anak kita hanya berhenti sampai di level juara Olimpiade matematika (dan fisika) saja? Dan Ketiga, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pengajaran dan tingkat keberhasilan anak didik.

Terberat – tersarat
Meski tidak tahu apakah kita masuk kategori “ter”, saya harus menyampaikan bahwa pendidikan dasar dan menengah kita memang berat. Saking beratnya, seorang ketua yayasan pada sebuah pendidikan swasta sempat memeriksa isi tas anak-anak TK dan SD Kelas 1 di Jakarta dan ia mengatakan rata-rata seorang bocah kecil membawa beban berupa buku dan alat tulis seberat 2,5 Kilogram.

Selain jumlah pelajaran yang diwajibkan Undang-undang Sisdiknas terlalu banyak (16-20), buku-buku pelajaran yang harus dibeli orang tua dari sekolah rata-rata juga terlalu tebal, dengan kualitas isi yang masih perlu dipertanyakan. Pengalaman saya sebagai orang tua yang membimbing anak sendiri dalam belajar menemukan rumus-rumus yang tidak konsisten dan membingungkan antara halaman yang satu dengan halaman-halaman berikutnya pada buku yang sama. Sudah begitu, sebagian besar guru ternyata mengaku kesulitan memilih rumus mana yang benar? Jadi rumus yang benar dan salah seringkali sama-sama diajarkan.

Tak banyak guru yang menyadari bahwa 80% isi sebuah buku, intinya hanya berada pada 20% dari jumlah halamannya. Akibat ketidaktahuan ini  jelas fatal, seluruh isi buku dijejalkan pada kepala anak didik. Meski dari 16-20 mata pelajaran yang diajarkan di SMU (seorang tua  murid SMK menyebutkan anaknya diberi 28 mata pelajaran) hanya 6 mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional, kesepuluh hingga 14 guru pada mata pelajaran lainnya berebut masuk kedalam otak anak-anak dengan cara yang sama. Mereka semua ingin mata ajarnya berperan sama kuatnya dengan mata pelajaran yang diuji secara nasional.

Lengkaplah sudah penderitaan anak-anak sekolah Indonesia. Semua guru menganggap pelajarannya penting. Sepenting itulah mereka bisa mmbuat anak tidak naik kelas hanya karena nilai mata pelajaran geografi dibawah 6, atau harus mengulang. Ada banyak guru yang beranggapan mengulang berarti bodoh, dan nilainya harus dibawah rata-rata murid lainnya. Kalau rata-ratanya 6, yang mengulang otomatis diberi nilai dibawah 6 tanpa diperiksa. Guru-guru kita masih beranggapan kalau murid ditekan maka anak-anak akan menjadi lebih respek, lebih rajin, atau lebih hebat. Padahal itu hanya mencerminkan ego-nya yang teramat besar dan dapat berakibat buruk bagi setiap anak-anak didik.

Mata pelajaran-mata pelajaran yang maaf, harus saya katakan dapat dibuat lebih relax dan fun, telah dirubah menjadi momok  yang menakutkan. Ia dijadikan setara dengan ilmu pasti yang sarat rumus dan padat. Ia berebut perhatian yang sama dengan mata pelajaran–mata pelajaran yang diuji secara nasional. Disajikan terlalu serius dan berakibat hilangnya esensi yang mau dicapai.

Untuk mengatasi hal ini saya menyarankan guru-guru pandai memilih esensi dari sebuah buku dan mulai membuat pelajaran-pelajaranya disampaikan dengan cara yang lebih fun dan menyenangkan.


Juara Olimpiade
Ini tentu kabar yang menggembirakan. Meski sering kalah dalam bidang-bidang lain, kita sering menyaksikan anak-anak asuhan Prof Yohannes Surya membawa medali emas olimpiade Matematika dan Fisika. Tetapi pertanyaannya kemana setelah itu? Apakah mereka akan mendapatkan hadiah Nobel? Menemukan teori-teori baru?
Meski semua itu dicapai dengan kerja keras, harus saya kabarkan bahwa beban ilmu yang kita berikan di sini memang sangat tinggi. Sekedar Anda ketahui saja, aljabar yang kita pelajari di level SMP di sini, ternyata baru diajarkan pada level SMA di negara-negara lain. Bahkan sewaktu saya mengambil program S3 di Amerika Serikat dan menjadi asisten Professor dengan mengajar di program S3, saya melihat anak-anak di Amerika Serikat baru mendapatkan differensial dan Integral di tingkat Universitas. Kita mengajarkan topik itu, bersama dengan topik mengenai matrix sejak di bangku SLTA.

Seringkali saya ingin mengulangi kalimat yang pernah saya sampaikan bahwa saya tidak komplain kalau sampai dengan ilmu yang sangat tinggi itu kita sudah sampai di Bulan atau di venus, dan bisa membuat otomatis kelas dunia. Kenyataannya ternyata tidak demikian.

Untuk menjadi penerima hadiah Nobel atau menjadi ahli matematika yang hebat, anak-anak itu harus memiliki keterampilan menulis yang hebat dan kemampuan mengelola rasa frustasi yang kuat. Sayangnya, beberapa sekolah yang sering juara olimpiade malah melarang guru-gurunya mendalami keterampilan menulis. Kalau anak-anak itu hanya jagoan mengolah rumus dan otak kanannya tidak dilatih, mereka juga tidak akan menjadi orang hebat untuk diri mereka sendiri. Mereka akan frustasi, karena tidak ada pengakuan.

 Menjadi Manusia Hebat
Akhirnya saya harus menutup tulisan ini dengan mengajak para guru memeriksa kembali, benarkah cara-cara yang ditempuh sekarang akan melahirkan manusia-manusia hebat?

Manusia hebat bukanlah manusia yang memperoleh nilai mata pelajaran yang tinggi-tinggi, melainkan manusia berkarakter kuat, dapat dipercaya, mudah diterima, memiliki growth mindset, berjiwa terbuka, dan pandai mengungkapkan isi pikirannya dengan baik. Kalau ini sudah jelas, buat apa membuang waktu sia-sia?

Rhenald Kasali
Guru Besa Universitas Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/450011/34/

Wednesday, January 4, 2012

Cerita Dari Kepulauan Solomon

Add caphttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhER-5mGN4lgW9qeRz4iwJJegGTXjP8-q_JOh2uQDUJ8bDLCih63qmG73n4BhgeA1WmpYUtiuNhEc89mG3vXyvybnbzYFTBbGFa49MdlpMspiRVQszYGpV7-umZUX7gwA5HeOe7FX4dnwo/s1600/no_screaming.jpgtion
Kali ini, cerita tentang salah satu kebiasaan yang ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang letaknya di Pasifik Selatan. Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa? Kebisaan ini ternyata mereka lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan sulit untuk dipotong dengan kapak.
Inilah yang mereka lakukan, dengan tujuannya supaya pohon itu mati.

Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan memanjat hingga ke atas pohon itu. Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu. Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh hari. Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.

Kalau diperhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini sungguhlah aneh. Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya. Akibatnya, dalam waktu singkat, makhluk hidup itu akan mati.

Nah, sekarang, Yang jelas dan perlu diingat bahwa setiap kali Anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti Anda sedang mematikan rohnya.
Pernahkah Anda berteriak pada anak Anda? orang di sekeliling anda atau siapapun?

Ayo cepat !
Dasar lelet !
Bego banget sih ! Begitu aja nggak bisa dikerjakan ?
Jangan main-main disini !
Berisik !
Dan lain sebagainya…

Atau, mungkin Anda pun berteriak balik kepada pasangan hidup Anda karena Anda merasa sakit hati ?

Suami/istri seperti kamu nggak tahu diri !
Bodoh banget jadi laki/bini nggak bisa apa-apa !
Aduuuuh, perempuan / laki kampungan banget sih !?
Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya :
Goblok, soal mudah begitu aja nggak bisa ! Kapan kamu jadi pinter ?!
Atau seorang atasan berteriak pada bawahannya saat merasa kesal :
Eh tahu nggak ?! Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi aku nggak bakal nyesel !
Ada banyak yang bisa gantiin kamu !
Sial ! Kerja gini nggak becus ? Ngapain gue gaji elu ?

Ingatlah! Setiap kali Anda berteriak pada seseorang karena merasa jengkel, marah, terhina, terluka ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan Solomon ini. Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai mematikan roh pada orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan hubungan kita. Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita perlahan -lahan, pada akhirnya akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan anda.
Dalam kehidupan sehari-hari. Teriakan, hanya di berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh jaraknya, benar?

Nah, mengapa orang yang marah dan emosional mengunakan teriakan-teriakan padahal jarak mereka dekat bahkan hanya bisa dihitung dalam centimeter. Mudah menjelaskannya.
Pada realitanya, meskipun secara fisik dekat tapi sebenarnya hati begitu jauh. Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak! Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha melukai serta mematikan roh orang yang dimarahi karena perasaan-perasaan dendam, benci atau kemarahan yang dimiliki. Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.
Jadi mulai sekarang Jika tetap ingin roh pada orang yang anda sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah menggunakan teriakan-teriakan. Dengan berteriak kepada orang lain ada 2 kemungkinan balasan yang Anda akan terima. Anda akan dijauhi atau Anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai balasannya.
sumber : Catatan Rumah Yatim Indonesia

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan : “Mengapa engkau lakukan?” dan pula tidak pernah mengatakan: “Mengapa tidak engkau lakukan?”
(HR Bukhari, Kitabul Adab 5578, Muslim, Kitabul Fadhail 4269 )

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu.: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah-lembut, maka ia tidak dikarunia segala macam kebaikan.” (HR. Muslim)

SUMBER : http://tadzkirah.wordpress.com/2010/11/16/berhentilah-berteriak/